TAWAZUN
(Keseimbangan)
Tujuan Pembelajaran
Pembaca memahami makna dan hakikat tawazun
Pembaca mengetahui potensi-potensi yang ada pada diri manusia dan kebutuhan-kebutuhannya
Pembaca mengetahui contoh-contoh manusia yang tidak tawazun
Pembaca termotivasi untuk dapat hidup tawazun
Pengertian
Tawazun artinya keseimbangan.
Sebagaimana Allah swt telah menciptakan alam ini berada dalam sebuah keseimbangan (QS.67:3-4)
Manusia dicipta untuk menghuni bumi dan menjadi khalifahNya (QS.2:30), dan diberinya petunjuk dalam mengarungi hidup dan kehidupan yaitu berupa Diin (QS.48:28) yang sesuai dengan fitrah manusia (QS.30:30) agar keseimbangan alam tetap terjaga dan menjadi rahmat bagi alam semesta serta manusia mendapatkan kebahagaan yang hakiki..
Manusia, seperti sering diungkap oleh para ulama, terdiri dari unsur ruh, aqal, dan jasad. Keparipurnaan manusia amat ditentukan oleh sejauh mana ketiga unsur itu tertarbiyah dengan optimal dan seimbang (tawazun).
Kepincangan dalam pembinaan terhadap ketiga unsur itu akan menyebabkan perilaku yang tidak seimbang (itidal) dan tidak moderat (wasoth). Dengan kata lain, menimbulkan perilaku ekstreem, baik sikap berlebihan (ifroth) atau ekstrem bawah yakni sikap malas dan lalai (tafrith). Misalnya, orang yang hanya dijejali aqalnya (fiqroh) dengan dokrin tentang kewajiban menegakkan diinullah tanpa dibarengi dengan pembinaan ruhiyah, biasanya kurang memiliki sikap tawadhu (rendah hati) dan kurang menghormati ijtihad orang lain, yang sering tampak, justru semangat mendebat dan berusaha menjatuhkan pihak yang dianggap tidak sefikroh dan tidak sethoriqoh. Contoh ketidak seimbangan lainnya adalah ketika terjadi penekanan hanya pada tazkiyatunnafs (pembersihan jiwa) dengan mengabaikan pembinaan bagian lainnya, maka tidak sedikit akan memunculkan orang yang penuh dengan “kekhusuan” dalam dzikir, namun kurang memiliki kepedulian dengan penderitaan yang diderita kaum muslimin atau tidak ambil pusing dengan kezholiman penguasa.
Permisalan lain yang sangat tragis adalah manusia yang hanya mendapat pembinaan untuk bekal duniawiyah dengan melupakan ukhrowiyah, ia akan menghalalkan berbagai cara dalam mencapai tujuan, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia seperti ini sangat besar dan dahsyat, dengan ilmu dan keterampilan yang dimiliki, jabatan dan kekuasaannya, yang dibunuh bukan hanya satu persatu orang, tapi sebuah negeri dengan sekali pukul (contoh: nagasaki dan herosima), yang dimakan bukan hanya pucuk-pucuk pohon untuk lalaban, ikan bakar untuk lauk, air untuk minum dsb, tatapi hutan, gunung, lembah, dan lautan habis dimakannya. Naudzubillahimin dzalik.
3 (tiga) potensi manusia, yang perlu ditarbiyah secara seimbang
1. Jasadiyah
Diberi makan yang halal lagi thayyib –makanan yang dimakan - (QS.2:168, 172 / 78:9)
Dilatih dengan berolah raga
Dll, intinya agar jasadiyah sehat dan kuat
(Ajari anak-anakmu memanah, menunggang kuda dan berenang, hadits)
( Mu’min yang kuat lebih baik/ lebih disukai Allah dari pada mu’min yang lemah. HR.Muslim)
2. Aqliyah
Diberi makanan yang halal lagi thayyib – ilmu yang dipelajari - (QS.3:190 / 96:1-5 / 2:30-33/ 58:11)
Dilatih dengan menuntut ilmu
Dll, intinya agar aqliyah sehat dan kuat
(afala yanzhuruun = apakah mereka tidak memperhatikan, afalaa ta’qiluun = apakah kamu tidak mempergunakan aqalmu , afala yatadabbaruun = apakah mereka tidak merenungkan, yaa ulil albaab = wahai orang-orang yang beraqal)
(Menuntu ilmu itu wajib bagi muslim lai-laki dan wanita, dan tuntutlah ilmu dari buian hingga liang lahat. Al Hadits)
3. Ruhiyah
Diberi makanan yang halal lagi toyyib – banyak dzikir/ ingat kepada Allah – (QS.3:190 / 33:41 / 13:28-29)
Dilatih dengan beribadah kepadaNya
Dll, intinya agar ruhiyah sehat dan kuat
(senantiasa beraktivitas dengan ikhlas, yaitu lillah, billah, ilallah)
Dengan tarbiyah yang tawazun terhadap tiga potensi ini, manusia dapat meraih kesuksesan/ kebahagiaan yang hakiki yang merupakan ni’mat Allah, kebahagiaan lahir bathin, dunia akhirat.
Contoh – contoh manusia yang tidak seimbang
Manusia Atheis : tidak mengakui Allah, hanya bersandar pada aqal/ rasio sebagai dasar
Manusia materialis : mementingkan masalah jasadiyah / materi saja
Manusia Pantheis (Kebatinan) : bersandar pada hati / batinnya saja
Referensi
Materi Mentoring Agama Islam
Selengkapnya...
Jadilah kamu pribadi RABBANI, karena kamu mengajarkan Al KITAB dan karena kamu mempelajarinya
Selasa, 07 Desember 2010
Tarbiyah Islamiyah
Pengertian
Secara bahasa, Tarbiyah mempunyai beberapa arti:
(1) roba - yarbu = bertambah dan berkembang ---------------------ربا - يربو
(2) robba - yarubbu = memperbaiki, meningkatkan----------------ربّ - يربّ
(3) robiya - yarba = tumbuh secara alami -------------------------- ربي - يربى
Pengarang tafsir Al Baidhowi dalam menafsirkan “Robbil’alamiin” ربّ العلمين
mengatakan bahwa:
“ArRobb merupakan masdar (sebutan) yang bermakna tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sampai menuju kesempurnaan sedikit demi sedikit”.
الربّ فى الاءصل بمعنى التربيه = وهي تبليغ شيئ الى كمله سيئا فسيئا
Abu Ridho dalam buku Urgensi Tarbiyah dalam Islam menulis bahwa Tarbiyah Islamiyah berarti menumbuhkan dan membentuk insan muslim mutakamil (integral) dari seluruh sisinya, baik kesehatan, aqal, keyakinan, keruhanian, jasad, akhlaq, perasaan, kemauan, dan daya ciptanya.
Pembentukan ini mencakup seluruh fase pertumbuhan manusia berdasarkan prinsip dan nilai-nilai islam, serta metode dan cara pendidikan Islam.
Sasaran
Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa sasaran Tarbiyah Islamiyah bersifat menyeluruh (syumuliyyah/universal), dalam kaitan ini dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu:
(1) Unsur-unsur manusia
(2) Fase-fase dan peran-peran kehidupan manusia
(3) Aspek-aspek kehidupan manusia
Ad.(1) Unsur-unsur manusia
Manusia, seperti sering diungkap oleh para ulama, terdiri dari unsur ruh, aqal, dan jasad.
Keparipurnaan manusia amat ditentukan oleh sejauh mana ketiga unsur itu terbina dengan optimal dan seimbang (tawazun).
Kepincangan dalam pembinaan terhadap ketiga unsur itu akan menyebabkan perilaku yang tidak seimbang (Itidal) dan tidak moderat (wasoth). Dengan kata lain, menimbulkan perilaku ekstrem, baik sikap berlebihan (ifroth) atau ekstrem bawah yakni sikap malas dan lalai (tafrith).
Misalnya, orang yang hanya dijejali aqalnya (fikroh) dengan dokrin tentang kewajiban mendirikan khilafah tanpa dibarengi dengan pembinaan ruhiyyah, biasanya kurang memiliki sikap tawadhu (rendah hati) dan kurang menghormati ijtihad orang lain. Yang sering tampak, justru semangat mendebat dan berusaha menjatuhkan pihak yang dianggap tidak sefikroh dan tidak sethoriqoh.
Contoh ketidakseimbangan lainnya adalah ketika terjadi penekanan hanya pada tazkiyatunnafs (pembersihan jiwa) dengan mengabaikan pembinaan bagian lainnya, maka tidak sedikit akan memunculkan orang yang penuh dengan “kekhusuan” dalam dzikir, namun kurang memiliki kepedulian dengan penderitaan yang diderita kaum muslimin atau tidak ambil pusing dengan kezholiman penguasa.
Ad.(2) Fase-fase dan peran-peran kehidupan manusia
Kehidupan manusia melewati fase anak-anak, pemuda, dan manula. Pada fase itu manusia menjalankan aneka peran. Baik peran tunggal maupun ganda, baik peran temporal maupun lestari. Ada peran sebagai anak, sebagai bapak, sebagai ibu, sebagai suami, sebagai istri, dan seterusnya. Dalam konteks sosial manusia juga mempunyai peran yang bervariasi. Dia bisa berperan sebagai pemimpin atau yang dipimpin. Dan Islam telah menyediakan secara lengkap perangkat dan aturan yang menyangkut seluruh fase dan peran dalam kehidupan.
Aksioma itu menuntut kita -Para da’i/pendidik- untuk melakukan pembinaan (tarbiyah) guna mengarahkan manusia pada jalan Islam dalam melewati segala fase kehidupannya dan dalam menjalankan peran yang diembannya. Pembinaan orang tua tidaklah lebih penting dari pembinaan pemuda. Dan pembinaan pemuda tidaklah lebih penting dari penyediaan fasilitas untuk pendidikan anak-anak. Semua harus tergarap secara baik dan seimbang. Demikian pula peran seseorang sebagai anak sama pentingnya dengan peran sebagai ayah atau ibu. Peran baik seorang suami sama wajibnya dengan peran baik seorang istri. Dan keadilan wajib ditegakkan oleh penguasa sebagaimana juga oleh rakyat, demikian seterusnya.
Ad.(3) Aspek-aspek kehidupan manusia
Islam adalah “Aturan yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Ia adalah negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat; ia adalah ahklaq dan kekuatan atau kasih sayang dan keadilan; ia adalah tsaqofah (kebudayaan) dan undang-undang atau ilmu dan peradilan; ia adalah materi dan harta atau usaha dan kekayaan; sebagaimana juga ia adalah aqidah yang sejati dan ibadah yang benar tanpa dapat dipisah-pisahkan.(Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan)
Tujuan
Secara Umum Tarbiyah Islamiyah bertujuan membentuk manusia yang mengabdi (beribadah) hanya kepada Allah dan memakmurkan bumi hanya dengan aturan-aturan Allah, baik yang berupa wahyu ataupun yang berupa sunatulloh, sehingga lahir suasana kehidupan yang islami di bumi ini. Saat itu manusia terbebas dari perbudakan manusia dan hawa nafsu dan terbebas dari tradisi kehidupan jahilliyyah.
Referensi
Materi Mentoring Agama Islam
Abu Ridho, Urgensi Tarbiyah
Hasan Albana, Risalah Pergerakan
Selengkapnya...